Tujuan utama pengurasan kolam resapan lumpur tinja secara berkala adalah untuk menjaga fungsi sistem sanitasi, mencegah risiko kesehatan, dan melindungi lingkungan. Berikut penjelaan detailnya :
Kapasitas Terbatas: Lumpur tinja yang terakumulasi mengurangi volume efektif kolam. Jika penuh, limbah dapat meluap ke permukaan tanah atau badan air terdekat.
Pencemaran Air Tanah: Lumpur jenuh menghambat proses resapan alami, meningkatkan risiko rembesan bakteri patogen (seperti E. coli) dan zat berbahaya ke air tanah.
Penyumbatan Pori Tanah: Partikel padat dalam lumpur menyumbat pori-pori tanah di dasar kolam, mengurangi laju resapan air. Pengurasan rutin memulihkan daya serap tanah.
Gas Beracun: Akumulasi lumpur menghasilkan gas berbau menyengat (misal: amonia, hidrogen sulfida) yang mengganggu kenyamanan.
Perkembangbiakan Vektor: Lumpur stagnan menjadi tempat ideal bagi lalat, nyamuk, dan tikus yang berpotensi menyebarkan penyakit (misal: diare, disentri).
Kepatuhan Hukum: Banyak negara mewajibkan pengurasan berkala berdasarkan UU Lingkungan Hidup (misal: PP No. 22/2021 di Indonesia). Pelanggaran berisiko denda atau pencabutan izin operasional.
Kerusakan Struktur: Tekanan lumpur dan korosi gas dapat merusak dinding kolam. Pengurasan rutin mengurangi beban pada struktur fisik.
Material Daur Ulang: Lumpur yang dikuras dapat diolah lebih lanjut (misal: menjadi pupuk kompos/padat melalui proses pengeringan dan sterilisasi) jika memenuhi standar aman.
Bervariasi tergantung volume penggunaan, kapasitas kolam, dan kondisi iklim.
Rata-rata: Setiap 2–5 tahun, atau jika ketebalan lumpur mencapai 25-30% kedalaman kolam.
Pemantauan Rutin: Pengecekan bulanan untuk mengukur akumulasi lumpur.
⚠️ Pencemaran sumber air minum warga.
⚠️ Wabah penyakit berbasis lingkungan.
⚠️ Biaya perbaikan sistem yang lebih tinggi akibat kerusakan parah.